Simbol Pemasaran Politik




Pendahuluan

Pemasaran politik adalah sebuah sesi yang dikendalikan oleh sebuah partai politik atau para kandidat dari suatu kesatuan kepentingan politik maka kesediaan untuk berempati secara optimum sepatutnya menjadi inisiatif partai politik dan para kandidat kontestan dalam sebuah pertarungan atau kontestansi politik. (Sayuti, 2014: 43)

Bauran Pemasaran Politik, Komunikasi Politik dan Komunikasi Pemasaran Poitik dalam kaitannya dengan simbol ini maka menurut Solatun Dulah Sayuti (2014:54) berupa kredibilitas, moral, intelektual, sosiokultural, platform politik dan gagasan-gagasan politik pembangunan/pembangunan politik menjadi bahasan penting dalam melihat bagaimana simbol pemasaran politik dan komunikasi pemasaran politik dibangun baik dari sisi strategi pesan politik yang digunakan maupun dari sisi komunikasi kampanye khalayaknya.

Artinya, bauran pemasaran politik dan komunikasi pemasaran politik berupa kredibilitas, gagasan-gagasan politik pembangunan serta platform politik, strategi pesan politik, teknik kampanye dan strategi media adalah sebuah keterikatan dari ruh membicarakan simbol pemasaran politik..

Implikasi langsungnya adalah dari meningkatkan arus aliran informasi melalui saluran-saluran komunikasi dan pemasaran politik sebagaimana  disebut dimuka adalah meningkatkan sensitivitas politik yang diimbangi oleh kecerdasan politik disemua pihak lain dan di semua tingkatan.

Produk politik dalam bentuk melahirkan simbol-simbol dari pemasaran politik terutama dari bingkai pemasaran politik seharusnya merupakan formula rasional yang dikonstruksi oleh pihak-pihak calon kontestan dalam perebutan kekuasan politik. Produk politik dari simbol-simbol itu di pihak lain  baru akan dapat sampai dan diperoleh oleh khalayak pembeliannya yaitu pencoblosan kontestan perubahan kekuasaan politik setelah usai pemilihan umum dan setelah partai pemenang pemilihan umum mulai berkuasa efektif dalam pemerintah.

Peningkatan kualitas  komunikasi juga melalui komunikasi pemasaran politik yang terlembagakan meliputi peningkatan jumlah, kemudahan akses terhadap dan kualitas saluran komunikasi yang dimanfaatkan oleh para politisi, terutama  para kandidat kepada bukan saja calon pemilih dari segmen yang lebih spesifik. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pemasaran politik telah menunjukkan kemampuannya untuk menyedia cara-cara demokratis.

Rasional bagi para kandidat untuk berprilaku lebih demokratis dan rasional di dalam suatu setting dan kondisi khalayak politik yang lebih demokratis dan rasional pula. (Scammell, 1995 dalam Sayuti, 2014: 44)

Pemasaran politik sebagai sebuah institusi organisasional yang mengintergrasikan komunikasi politik dan pemasaran politik. Kemudian dengan tetap memiliki bobot fokus perhatian yang signifikan pada proses-proses komunikasi, tetapi juga pada saat bersamaan mengintegrasikan ke dalamnya fokus yang sama pentingnya terhadap aspek-aspek penting  pemasaran politik. Intergrasi antara bauran pemasaran politik (produk, harga, tempat, dan promosi politik) dengan bauran komunikasi politik ( partai/tokoh politik, isu politik, khalayak politik, media komunikasi politik dan dampak komunikasi politik)

Disamping itu, berdasarkan konsep tindakan komunikasi (Dan Nimmo, 1999) para pemilih yang dipengaruhi oleh faktor identifikasi partai ini digolongkan sebagai pemberi suara yang  reaktif. Konsep Nimmo ini juga mengaitkan pendekatan sosiologis dengan pendekatan psikologis. Bagi Nimmo, identifikasi dalam bentuk simbol-simbol bagi partai dan kandidat berkaitan dengan pengelompokan sosial juga sangat penting.

Asumsi utama Nimmo adalah bahwa manusia beraksi terhadap rangsangan secara pasif dan terkondisi. Perilaku pemberi faktor sosial. Pengelompokan sosial dan demografi berkorelasi dengan proses identifikasi partai. Ini tak lain karena karakter kelompok sosial dan demografi dimana pemilih itu berada, memberi pengaruh sangat penting dalam proses pembentukan ikatan emosional pemilih dengan simbol-simbol partai, terutama pada awal proses sosialisasi. (Adman Nursal, 2004: 61).

Kemudian persoalan mendasar yang membedakan pemasaran politik dan bukan politik, khususnya dunia perdagangan barang dan jasa konvensional dijelaskan Kotler adalah kalau pemasaran politik penuh dengan gagasan-gagasan, emosi, konfik dan kemitraan (Sayuti, 2014: 23).  Dalam dunia pedagangan tidak dikenal kampanye atau iklan negatif yang sangat lazim terjadi di dalam arena komunikasi dan pemasaran politik, terutama dalam kampanye politik.

Kesungguhan usaha pemasaran politik yang demikian ini diyakini akan dapat memaksimalkan potensi pemenangan  partai politik dan keniscayaan misalnya karena hal tersebut secara akademik maupun berdasarkan fakta empiric terbukti dimungkinkan, misalnya melalui usaha-usaha penerapan teknik-teknik pemasaran yang baku ke dalam pemasaran dan kampanye politik yang pada gilirannya akan dapat memastikan atau menjamin bahwa perencanaan, pelaksanaana dan pengendalian seluruh tahapan kampanye politik akan berjalan secara sistematik, efisien dan terarah pada memperoleh sasarannya yaitu keputusan pemilih untuk menjadikan partai politik dan para kandidat sebagai pilihan mereka. (Kotler and Kotler, 1999)

Simbol Pesan

            Komunikasi menurut model Harold Lasswel dalam bukunya ‘the structure and function og communication in society, in mass communicationa’ yang terkenal dengan Who Syas What ini Which Channel to Whom with What (Mulyana, 2014:5) dapat dipahami dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yaitu: pertama, siapa menunjukkan sumber. Kedua, mengatakan apa menunjukkan beritanya. Ketiga, dalam saluran yang mana menunjukkan media yang dipakai. Keempat, kepada siapa menunjukkan pihak yang menerima atau menjadi sasaran. Kelima, dengan pengaruh apa menunjukkan pengaruh berbagai faktor terhadap hasil yang dicapai.

            Sedangkan komunikasi politik dalam kaitannya dengan pemasaran politik dan komunikasi pemasaran politik dapat dilihat dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit komunikasi politik adalah setiap bentuk penyampaian pesan, baik dalam bentuk lambang-lambang maupun dalam bentuk kata-kata tertulis atau terucap, ataupun dalam bentuk isyarat yang mempengaruhi kedudukan seseorang yang ada dalam suatu struktur kekuasaan tertentu.

Malah kalau menggunakan perspektif interpretif dan transaksional maka Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi politik sebagai pertukaran makna diantara dua pihak atau lebih yang berkaitan dengan distribusi dan pengelolaan kekuasaan. Pesan politik yang dipertukarkan ini bisa disengaja atau tidak, baik verbal atau pun non verbal. (Mulyana, 2014: 10)

Sesuai dengan pernyataan Trent and Friedenberg, 1983 dalam Cangara, Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi (2016: 239) ‘’Political election campaigns are campaigns of communication and that the core of each campaign is communication”. Pernyataan ini bersesuai dengan masyarakat Indonesia yang selalu gegap gempita setiap dalam momentum pesta rakyat. Seperti dengan dua hajatan utama yakni Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Baik mereka yang mencalonkan diri menjadi anggota dewan maupun presiden-wakil presiden harus memiliki strategi kampanye untuk pemasaran politik di khalayak. Strategi kampanye menjadi penting dan mutlak bagi para aktor yang akan bertarung dalam arena Pileg dan Pilpres tersebut; strategi yang tepat berujung pada kemenangan. Dan sebaliknya, kekalahanlah yang akan diperoleh jika strategi yang digunakan tidak tepat.

Sebagaimana ahli menekankan kesengajaan dalam komunikasi politik seperti yang dianut McNair (2011:4) yang mencakup pesan komunikasi politik tertulis, juga busana, make up, gaya rambut, desain logo, yakni semua unsur komunikasi yang dianggap citra atau identitas politik. Namun kesengajaan ini sulit untuk dirumuskan sebab ketika manusia berkomunikasi maka derajat kesengajaan ini dapat berbeda-beda sehingga komunikasi politik sebagai suatu konteks atau ranah komunikasi dapat terjadi dalam atau bertumpang tindah dengan komunikasi lainnya.

Dalam arti luas, pemasaran politik juga adalah setiap jenis penyampaian pesan, khususnya yang bermuatan informasi politik dari suatu sumber kepada sejumlah penerima pesan (Harsono Suwardi, 1993). Makna pesan disini adalah pesan yang merupakan komponen yang paling substansial dalam komunikasi. Pesan adalah sesuatu hasil karya komunikator yang dianggap dapat mewujudkan motif (maksud) komunikasinya.

Dibalik pesan ada niat dari sang pengirim pesan, jadi komunikasi adalah bagaimana keberhasilan pengirim pesan untuk menyampaikan, memahamkan atau mempengaruhi sang penerima pesan. Intinya pesan adalah maksud dan tujuan dari interaksi di antara manusia. Pesan yang kita sampaikan bisa berdampak pada hubungan (relasi) antara pengirim dan penerima, apakah akan menjadi sebuah kesepakatan, persetujuan dan mempererat pertemanan (relasi) atau menjadi pertentangan yang berdampak penolakan bahkan permusuhan.

Pesan hasil karya komunikator bersifat abstrak dan tidak dapat diketahui orang lain. Untuk mengubah bentuk abstrak menjadi bentuk yang konkrit komunikator harus menggunakan lambang (simbol). Jadi lambang (simbol) berfungsi untuk mengubah pesan yang abstrak menjadi konkrit. Menurut Ernst Cassirer, sebagai sistem sistem simbol, bahasa adalah mata rantai ketiga yang hanya ditemukan pada manusia. Mengutip ahli biologi Johannes Von Uexkull, menyebutkan sistem reseptor dan sistemefektor sebagai dua mata rantai yang terdapat pada hewan dan manusia. Dengan mata rantai ketiga itu, maka manusia hidup dalam dimensi yang baru dan luas. Sehingga manusia disebut sebagai animal symbolicum, makhluk pembuat dan penafsir simbol.

Sehingga ada beberapa cara agar pesan persuasi dapat mengarah ke tindakan (action), diantaranya menurut pendapat Wilbur Schramm, kondisi yang mendukung sukses tidaknya penyampaian pesan (message) yaitu:

1)  Hendaknya pesan dibuat sedemikian rupa dan selalu menarik perhatian,

2)  Pesan juga dirumuskan melalui lambang-lambang yang mudah dipahami atau

     dimengerti oleh komunikan,

3) Pada akhirnya, Pesan menimbulkan kebutuhan pribadi dari komunikannya,

4) Dan pesan merupakan kebutuhan yang dapat dipenuhi, sesuai dengan situasi

     dan  keadaan kondisi dari komunikan.

Selanjutnya bisa juga dengan teknik yang dikenal dengan “AA procedure, from attention to action” atau dengan formula atau struktur dengan slogan “AIDDA”37 yang merupakan singkatan dari:

1) A (attention) dimana harus menarik perhatian, bisa merupakan sesuatu yang baru, sesuatu yang sering muncul seperti trending topic di dunia maya, ataupun di media massa, berita yang sering dimunculkan.

2) I (interest) dimana harus membangkitkan minat, bisa merupakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak biasanya, karena manusia cenderung mempunyai sifat bosan dan jenuh terhadap sesuatu yang rutinitas dan statis.

3) D (desire) dimana menumbuhkan hasrat, bisa dalam bentuk sesuatu yang mengadung harapan.

4) D (decision) dimana membuat keputusan, karena sudah dipandang penting, logis dan ada dorongan dari diri sendiri untuk dapat dilaksanakan.

5) A (action) dimana melakukan tindakan (aksi), aksi merupakan ukuran dari keberhasilan penyampaian pesan yang dilaksanakan oleh komunikan pada waktu dan tempat yang tepat.

            Untuk pemasaran politik maka dalam pandangan Geertz (1992) merupakan fenomena yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat dapat terungkap lewat berbagai makna kultural. Kebudayaan adalah pola-pola makna yang diwujudkan dan ditransmisikan secara terus menerus dalam bentuk simbolis. Simbol pada hakikatnya ada dua yaitu: 

a.         Simbol yang berasal dari alam yang terwujud melalui konsepsi-konsepsi dan  

struktur  sosial, 

b.         Simbol yang berasal dari luar yang berwujud sebagai kenyataan-kenyataan

sosial. 

            Lebih lanjut Geertz (1992) mengatakan bahwa simbol adalah sarana untuk menyimpan atau mengungkapkan makna-makna apakah itu berupa gagasan (ideas), sikap-sikap (attitudes), pertimbangan-pertimbangan (judgments), hasrat-hasrat (longings), atau kepercayaankepercayaan (beliefs), serta abstraksi-abstraksi dari pengalaman tertentu (abstractions from experience fixed) dalam bentuk yang dapat dimengerti.  

Apalagi dalam komunikasi, pemasaran politik dan komunikasi politik adalah sebuah studi yang interdisiplinari yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik. Karena itu pula komunikasi yang membicarakan tentang poltik kadang diklaim sebagai studi tentang aspek-aspek politik dari komunikasi publik dan sering dikaitkan sebagai komunikasi kampanye pemilu (election campaign), karena mencakup masalah persuasi terhadap pemilih, debat antar kandidat dan penggunaan media massa sebagai alat kampanye (McQuail dalam Hafied Cangara,2014).

Secara sederhana, komunikasi politik dan pemasaran politik adalah merupakan proses komunikasi yang pesan-pesan didalamnya tertuang pesan politik yang berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan dan kebijakan pemerintah. Harsono Suwardi mengemukakan komunikasi politik sebagai suatu aktifitas komunikasi yang membawa konsekuensi politik, baik yang aktual maupun yang potensial di dalam suatu sistem yang ada (dalam Susanto, 2009:4). Sementara itu, Dan Nimmo secara ringkas mendefenisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik (2005:8). 

Sebuah kegiatan pemasaran politik sedapat mungkin diawali dengan kegiatan pembentukan tim kerja yang biasa disebut “Tim Sukses”. Tim sukses direkrut dari tenaga-tenaga potensial sesuai tugas dan fungsinya. Sebuah tim suksess biasanya terdiri dari : Penasihat, Tim Ahli, Tim Riset, Tim Pengumpul Dana, Tim Kampanye, Tim  Penggalangan Massa, Tim Pengamat, Tim Pengaman dan Tim Pengumpul  Suara.

Kampanye adalah sebuah tindakan dan usaha yang bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan,usaha kampanye dilakukan guna mempengaruhi masayarakat untuk memberikan dukungannya terhadap partai politik dan calon legislatif.

Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh dalam perencanaan komunikasi untuk kampanye, yakni : Analisis khalayak dan kebutuhannya, Penetapan sasaran atau tujuan komunikasi, Rangan startegi yang mencakup : komunikator, saluran atau media, pesan dan penerima, Penetapan tujuan pengelolaan serta Implementasi perencanaan yang mencakup besarnya dana, sumber dana dan waktu.

Pemilihan media harus didasarkan pada isi pesan yang ingin disampikan, dan pemilikan media yang dimiliki oleh khalayak. Isi pesan maksudnya adalah kemasan pesan yang ditujukan untuk masyarakat luas. Untuk masyarakat luas pesan sebaiknya disalurkan melalui media massa misalnya : surat kabar atau televisi, selebaran ataupun yang lainnya. 

Khalayak Sasaran

Membicarakan pemasaran politik, komunikasi politik dan komunikasi pemasaran politik dalam kaitannya dengan simbol pemasaran politik maka tidak bisa lepas dari membicarakan kampanye dalam bingkai siapa yang akan menjadi khalayak sasaran. Artinya, kegagalan banyak kampanye dalam merealisasikan program dan kegiatan kampanye  menuut Kotler dan Roberto dalam Buku Manajemen Kampanye Antar Venus  disebabkan tidak diidentifikasinya khalayak sasaran secara tepat oleh pelaksana kampanye.

Pelaksana kampanye mengalamatkan kampanye tersebut kepada semua orang. Hasilnya, program tersebut menjadi tidak terfokus dan tidak efektif karena pesan-pesan  tidak dapat dikonstruksi sesuai karakteristik khalayak. Pesan tersebut akhirnya menjadi mubazir  karena tidak diarahkan kepada orang yang tepat. (Venus, 2018:169).

Hari ini, semua pelaku kampanye umumnya sudah menyadari bahwa khalayak merupakan titik tolak bagi setiap kegiatan kampanye. Semua bentuk kegiatan kampanye, mulai dari tingkat paling rendah seperti kampanye pemilihan (RT) hingga kampanye Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) selalu ditujukan pada khalayak. Sebab mereka akan menjadi penentu dari keberhasilan kampanye yang dilakukan.

Oleh sebab itu, pemahaman kita tentang khalayak adalah menjadi sangat penting. Sebab melalui pemahaman itu akan membimbing kita dalam merancang untuk menjawab semua pertanyaan yaitu pesan apa, untuk siapa, disampaikan lewat media apa dan siapa yang cocok untuk menyampaikan. Artinya, pemahaman tentang khalayak akan menentukan bagaimana kampanye dilaksanakan dan apa hasil yang akan dicapai.

Lalu, siapa khalayak sasaran kampanye tersebut? Menurut McQuail dan Windahl mendefenisikan khalayak sasaran dalam kaitanya dengan simbol pemasaran politik sebagai sejumlah orang yang kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilakukan akan diubah melalui kegiatan kampanye. Sebab sebagian besar orang akan menanggapi informasi yang menerpa mereka berdasarkan keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki. Disamping ada dua aspek lain yang mempengaruhi penerimaan pesan yaitu kepribadian dan kebutuhan khalayak. (Venus, 2018: 171) 

Aspek keyakinan dalam komunikasi khalayak sasaran dimana setiap orang memiliki apa yang disebut sisten keyakinan yang berfungsi sebagai penyaring berbagai rangsangan yang menerpa dirinya. Informasi apa pun yang masuk ke benak individu akan mengalami filterisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak ada tanggapan yang keluar dari diri kita terhadap suatu pesan tanpa terlebih dahulu dikonfrontasikan dengan sistem keyakinan yang kita miliki, baik melalui simbol-simbol atau lainnya.

Oleh sebab itu, menurut Rokeach mengatakan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki lima lapisan keyakinan mulai dari yang paling dalam (Core Beliefs) hingga yang paling luar (peripheral beliefs). Sehingga dia menganalogikan kelima lapisan keyakinan tersebut dengan sebuah bawang yang memiliki kulit berlapis-lapis. (Venus, 2018:172)

Aspek kedua dari komunikasi sasaran kampanye adalah sikap. Dimana sikap dari banyak ahli mengatakan sebagai kecendrungan untuk bertindak terhadap objek tertentu baik secara positif maupun negative. Dengan mendasarkan diri pada keyakinan-keyakinan yang terogranisasi. Dengan bagaimana orang merasa  terhadap berbagai objek dikelilingnya maka ia akan mampu meramalkan perilaku  apa yang akan muncul, sekaligus mempengaruhi agar perilaku tersebut mewujudkan dalam tindakan, sebagaimana diharapkan pengirim pesan.

Aspek ketiga dari komunikasi sasaran kampanye adalah nilai-nilai. Nilai adalah sesuatu yang ideal yang dikehendaki, baik secara personal maupun social. Akibatnya, nilai membimbing sikap atau perilaku seseorang kearah sesuatu yang mulia yang diyakini menjadi tujuan akhir tindakan. Nilai juga diyakini sebagai sesuatu yang mutlak dan disepakati oleh masyarakat atau budaya dimana nilai itu hidup.

Aspek yang keempat dari komunikasi khalayak sasaran kampanye adalah kebutuhan. Kebutuhan menciptakan berbagai motif yakni kekuatan-kekuatan yang membimbing, perilaku kita kearah pemenuhan kebutuhan tersebut. Artinya, manusia dimotivasikan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi. Dengan memahami kebutuhan khalayak yang menjadi sasaran , pelaku kampanye dapat memetakan pada tingkatan mana kebutuhan khalayak beada dan bagaimana menyusun pesan kampanye yang sesuai dengan tingkatan kebntuhan. Oleh sebab itu, pelaku kampanye dapat menawarkan ide-ide, produk atau jasa-jasa yang baru sebagai jawaban atas tuntutan kebutuhan khalayak sasaran yang dihadapai.

Aspek yang kelima dari komunikasi khalayak sasaran kampanye adalah kepribadian. Menurut Assael mengartikan kepribadian sebagai pola-pola perilaku individu yang konsisten dan relative permanen. (Venus, 2018:188). Oleh sebab itu, kepribadian bersifat unik dan dapat berbeda dari satu individu ke individu lainnya. Keunikan tersebut, akan tampak, terutama ketika kita mengamati bagaimana seseorang menanggapi dan bertindak terhadap berbagai stimulus yang  menerpa dirinya. Akibatnya, akan muncul beberapa karakteristik sebagai respon khalayak terhadap pesan-pesan kampanye diantaranya adalah harga diri (self esteem), derajat keterbukaan pikiran dan kepribadian otoriter.

Simbol Pemasaran dan Teori 4P

Memahami dan mempelajari tentang simbol pemasaran politik maka menjadi hal penting juga untuk mengenal dan mendalami tentang teori pemasaran politik. Terutama dalam memahami teori pemasaran politik 4P.  Menurut Adman Nursal (2014: 192) dinyatakan dalam produk politik maka komponen-komponen dari masing-masing obyek tersebut dapat dikelompokan menjadi dua subtansial dan presentasi. Sedangkan presentasi dianggap sebagai bagian dari produk karena juga berperan sebagai meaning provider. Presentasi juga sebagai cara untuk membuat gagasan-gagasan abstrak politik menjadi tangible. Substansi produk politik meliputi tiga hal yakni:

1.         Partai: Struktural, ideologi dan visi-misi

2.         Platform program kerja, isu dan kebijakan politik

3.         Figur kandidat dan orang-orang dibelakang kandidat baik saat ini maupun yang membantu kandidat bila kelak terpilih.

Sedangkan presentasi meliputi dua hal berikut:

1. Medium penyampaian substansi:

-           Agen (orang atau institusi)

-           Event (Kegiatan atau peristiwa tertentu)

-           Obyek (media visual, media audio, media audiovisual, barang pernik-pernik, posko dan sebagainya)

1.         Konteks simbolik yang meliputi simbol-simbol verbal seperti gaya bahasa, baik tertulis maupun lisan dan simbol-simbol nonverbal yang meliputi simbol-sombol visual,audio, mimic dan pantomimic, ruang dan waktu (warna, nada, bentuk, mood, emosi, waktu dan perilaku tertentu)

Dengan argument tersebut maka Adman Nursal meringkasnya dengan alasan agar mudah diingat, bauran dari produk politik dalam Komunikasi Pemasaran Politik terdiri dari 4P sehingga lebih dikenal dengan  teori pemasaran politik Adman Nursal 4P yaitu:

1.         Policy (kebijakan, isu dan program kerja)

2.         Person (figure kandidat dan figure pendukung)

3.         Party (ideology, struktur dan visi-misi organisasi)

4.         Presentation (medium komunikasi/konteks simbolis)

Pada akhirnya, kualitas produk politik ditentukan oleh bagaimana kombinasi berbagai elemen yang terdapat dalam 4P tersebut. (Nursal, 2004: 193)

 

 

 

 

 

 

 

              BAGAN 2.1

         Produk Politik 4P Adman Nursal

Flowchart: Connector:        Substansi :
•	Policy
•	Person
•	PartyOval: Presentasi:
•	Medium
•	Konteks simbolis

Sumber: Adman Nursal, 2004, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 193.

 

            Pada konteks hubungannya dengan simbol pemasarn politik maka pendekatan teori pemasaran politik dari Adman Nursal yang terkait pemasaran produk politik yang disebut 4P juga dianggap tepat untuk menambah dan memperkaya kajian. Komponen-komponen pendekatan alternatif ini juga berasal dari model analisis means-end dan model perilaku pemilih sehingga model ini dibangun dengan beberapa premis yaitu.

1.      Produk politik terdiri dari dua komponen yang tidak terpisahkan yakni substansi dan cara presentasi. Substansi dan cara presentasi ini dengan sendirinya mengandung berbagai atribut, baik konkret maupun abstrak. Produk  politik  -- siaran langsung TV, berita, media massa, rapat umum di lapangan, tv, berita media massa, rapat umum di lapangan tempat pidato – merupakan stimulus politik terhadap para pemilih.stimulus itu akan diinterprestasikan oleh para pemilih.

2.      Interprestasi produk politik tersebut akan membentuk berbagai makna politis yang tertanam dalam benak pemilih. Seorang pemilih mungkin akan menginterprestasikan peristiwa tersebut sebagai tanda atau bukti dari ketokohannya.

3.      Makna politis yang akhirnya tertanam dalam benak pemilih tidak hanya ditentukan oleh substansi produk tetapi juga ditentukan oleh presentasi produk. (Nursal, 2004:183)

Perihal mengenai pemasaran politik dan simbol pemasaran politik maka dalam buku marketing politik tertulis tujuan dari marketing dalam politik menurut Firmanzah adalah membantu partai politik untuk menjadi lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau yang menjadi target, kemudian mengembangkan program kerja atau isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat”

Smith dan Hirst, sesuai dengan kutipan Firmanzah, berpendapat bahwa institusi politik perlu melakukan segmentasi politik. Menurut keduanya segmentasi diperlukan karena beberapa hal , yaitu:

a.         Tidak semua segmen pasar harus dimasuki, hanya perlu memasuki segmen-segmen pasar yang memiliki ukuran dan jumlah signifikanlah yang sebaiknya diperhatikan.

b.         Partai politik harus melakukan melakukan aktivitas yang menjadi prioritas utama saja mengingat keterbatasan sumber daya.

c.         Perbedaan ciri dan karakteristik yang berlainan antar kelompok, sehingga perlu dipilah-pilah agar komunikasi politik yang dilakukan bisa berjalan efektif.

d.         Segmentasi ini perlu dilakukan dalam iklim persaingan partai politik. Harus ada analisis yang membedakan strategi bersaing antar partai politik, hal ini diharapkan agar memudahkan masyarakat dalam melakukan identifikasi dan analisis partai yang akan didukung.  Tahapan segmentasi dan positioning lihat tabel dibawah

 

 

 

BAGAN 2.2

SEGMENTASI DAN POSITIONING POLITIK

 

          Tahap 1                                  Tahap 2                                      Tahap 3

       Segmentasi                             Targetisasi                                 Positioning

 

Sumber: Firmanzah.2008. Marketing Politik; Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 212

 

Dengan adanya pemasaran politik, diharapkan program-program yang ditawarkan oleh partai politik atau Caleg akan bisa menjawab permasalahan yang sedang berkembang di masyarakat. Kemudian mampu menumbuhkan keyakinan masyarakat untuk memberikan suara ke partai politik atau calon legislatif bersangkutan.

Pemasaran politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus menerus oleh sebuah partai politik atau kontestan dalam membangun kepercayaan dan image publik. Dalam dunia politik image seorang kandidat dalam benak masyarakat terbentuk langsung oleh kehadiran kandidat, citra kandidat dalam media serta pengalaman dan catatan sejarah sebagai pemimpin politik. Jika semuanya memiliki catatan baik maka kandidat tersebut telah berhasil melakukan pencitraan diri di masyarakat.

Firmanzah dalam bukunya marketing politik mencoba menjelaskan keberadaan marketing politik sebagai alat yang dapat memberikan keuntungan bagi dua belah pihak, partai politik dapat mempromosikan dirinya beserta program yang ditawarkan pada konstitruen dan calon pemilih dapat melihat dengan jelas partai politik manakah yang akan dipilih, hal ini dapat dilihat dari kutipan sbb:  Tujuan marketing politik menurut Firmanzah : 

a.         Menjadikan pemilih sebagai subyek dan bukan sebagai obyek politik

b.         Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih adalah langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dalam kerangka masingmasing ideologi partai 

c.         Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan dan selanjutnya memperoleh dukungan suara

Marketing politik terbentuk karena politik saat ini sudah cukup menjemukan bagi masyarakat atau pemilih dengan janji-janji politik partai atau elite yang sedikit dipenuhi, juga keadaan sosial Indonesia yang sangat beragam sehingga aplikasi marketing dalam politik dipandang sebagai cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.

Di dalam marketing politik, konsep 4P dalam marketing diadopsi sedemikian rupa sehingga dapat difungsikan sebagai alat mencapai tujuan politik. Oleh sebab itu, dapat merespon fenomena tersebut sehingga menjadi satu kajian dan  menyediakan pemahaman yang baru. Apalagi munculnya fenomena-fenomena baru dari pemasaran politik membuat kajian pemasaran politik semakin diperlukan dalam merespon isu-isu khusus pemasaran politik. Isu penting pergeseran fenomena yang telah juga mengeser perhatian para analisis dan peneliti pemasaran politik  adalah relasi antara pergeseran moda persaingan politik di luar mekanisme pasar pemilihan umum dengan kecenderungan Golput yang menunjukkan tanda-tanda gejalan meningkat setiap musim pemilihan umum.

Respon timbal balik antara pergeseran moda persaingan politik di kalangan kandidat politik dengan partisipasi khalayak ke dalam proses-proses seleksi juga akan berpengaruh terhadap efektifitas penggunaan instrumen kajian komunikasi politik, pemasaran politik dan komunikasi pemasaran politik. Apalagi memang, teori-teori pemasaran politik terlebih teori komunikasi pemasaran politik disisi lain masih belum berkembang secara memadai.

Situasi terkini bahwa riset komunikasi pemasaran politik tidak dapat dimungkiri terbayang-bayang oleh bias-bias tampilan produk politik. Pembiasaan citra poduk politik melalui teknik pengemasan citra eksternal kemasan produk politik ini tentu saja tidak mungkin kita tangkap begitu saja dengan menggunakan instrumen penelitian pemasaran manajerial dan terlebih lagi jika harus kita tangkap dengan instrumen pemasaran politik. Model kajian dan instrumen-instrumen penelitian komunikasi diyakini merupakan jawaban atas ketidakmungkinan tersebut. (Sayuti, 2014:77).

Peningkatan kualitas dan rasionalitas perpolitiakan yang lebih baik dalam ini dapat merujuk pada semakin meningkatnya saling kesepahaman timbal balik antara para kandidat dalam kontestansi politik melalui pemilihan umum dengan khalayak mengenai produk politik dan harga satuan produk politik tersebut yang paling pantas untuk dibayar oleh khalayak. Sebab pembayaran atas harga produk politik oleh khalayak adalah mempergunakan alat bayar berupa mencoblos, maka kehidupan politik akan dapat dikatakan sebagai produk kualitasnya meningkat menjadi lebih baik jika gagasan politik berisi janji-janji politik pembangunan dari para kandidat kontestansi pemilihan umum telah semakin sempit kesenjangannya atau semakin tinggi kompetibilitasnya dengan hasrat, kebutuhan dan selera khalayak pemilih dalam kaitannya dengan masa depan kehidupan kebangsaan mereka yang lebih berkualitas.

Artinya, hendaklah hasil dari pemasaran politik, komunikasi politik dan komunikasi pemasaran politik adalah wilayah tempat para kompetitor di pasar politik saling menunjukkan  keunggulan masing-masing di dalam menampilkan representasi dari citra produk politik yang akan diusung oleh partai atau kandidat yang mereka calonkan dalam sebuah pemilihan umum. Bahwa citra suatu produk politik haruslah merupakan potret luar dari suatu kesatuan produk yang dalamnya terkandung reputasi dari hasil karya para produsen yang menciptakannya dan bagaimana mengelola simbol politik menjadi sesuatu sangat berharga dalam menjaga kredibilitas diri.

Rangkuman Materi

Pemahaman dalam mempelajari simbol dalam dunia politik maka akan selalu berkaitan dengan pemasaran politik, komunikasi politik dan komunikasi pemasaran politik. Oleh sebab itu, pemahaman yang benar tentang simbol pemasaran politik bagi kandidat dan partai politik (Parpol) terutama dalam mengenal lebih jauh kepada khalayak sasaran adalah menjadi modal utama keberhasilan dalam kampanye kepada khalayak politik. Sebab simbol pemasaran politik tidak hanya menjadi jembatan pengantar bagi kandidat dan Parpol tapi juga menjadi titik dari langkah awal dan akhir yang benar untuk menang. Apalagi simbol pemasaran politik adalah menjadi karakteristik dari keunggulan produk dalam membangun kekuatan branding diri dan produk itu sendiri.

Tugas dan Evaluasi

1.      Apa yang anda pahami tentang simbol secara umum, jelaskan?

2.      Simbol menjadi hal sangat penting dalam membangun kredibilitas diri sebagai seorang komunikator dan bagi seorang politis. Lalu, apa yang ada pahami tentang simbol pemasaran politik?

3.      Dalam pemasaran politik maka kekuatan simbol memainkan peran penting. Demikian pula dengan simbol pesan. Lalu, apa yang ada pahmi tentang simbol pesan?

4.      Apa hubungan teori pemasaran politik 4P dan simbol pemasaran politik ?

5.      Lalu, bagaimana pula dengan pemasaran menjelaskan keberadaan marketing politik sebagai alat yang dapat memberikan keuntungan bagi dua belah pihak.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alifahmi, Hifni, 2005,, Sinergi Komunikasi Pemasaran; Intergrasi Iklan, PR dan Promosi, Jakarta, Penerbit Quantum Mizan Pustaka ,

Arifin, Anwar, 2011, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan

Komunikasai Politik Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu

Cangara, Hafied,  2017, Komunikasi Politik: Konsep, teori dan strategi

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosda. Karya,   

             Bandung 2015

Eriyanto, 2011, Analisis Wacana Pengantar Analisis Isi Media, Yogyakarta, Gajah Mada University Pres.

Firmanzah. 2008. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hariwijaya dkk, 2009, 9 Rahasia Sukses SBY, Jakarta,  Pradigma Indonesia

Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi Fenomenologi, Bandung : Widya    

                Padjadjaran

Kotter, John P,  2003, Power in Management; Kekuatan dalam Kekuasaan, Yogyakarta, PINKBOOKS.

Kaid, Lynda Lee.2004. Handbook of Political Communication Research. London: Lawrence

               Erlbaum Associates

Kasali, Rhenald, 1998, Sembari Minum Kopi; Politiking di Panggung Bisnis, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Marketing Politik: Strategi Alternatif Partai Politik. Pasca sarjana ilmu manajemen. Universitas Indonesia. Dalam bentuk PDF files      

Mulyana, Deddy. 2013. Metodologi  Peneltian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya.

------------------------, 2014, Komunikasi Politik Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Pratisi Politik, Bandung, Remaja Rosda Karya

Nursal, Adman, 2004, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama

Nimmo,Dan, 2010, Komunikasi Politik Khalayak dan Efek, Bandung, Remaja Rosda Karya.

Nimmo, Dan, 2011, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan dan Media, Bandung, Remaja Rosda Karya

Nurudin, 2001, Komunikasi Propaganda, Bandung, PT Remaja Rosdakarya

Rahmat, Jalaluddin, 2018, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya.

Rahayu, Urip. 2009. Startegi Pemasaran Politik dan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah Tahun 2008.

Sayuti, Solatun Dulah, 2014, Komunikasi Pemasaran Politik, Bandung, PT Remaja

             Rosdakarya.

Smith dan Hirst oleh Firmanzah, Op.cit Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas

Shahreza, Mirza dkk, 2016, Etika Komunikasi Politik, Banten, Indigo Media

Sudibyo, Agus, 2014, Strategi Media Realation, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia

Venus, Antar, 2015, Manajemen Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis, Bandung,

                 Simbiosa Rekatama Media.

----------------, 2015, Filsafat Komunikasi Orang Melayu, Bandung, Simbiosa Rekatama Media.

Yasir, 2011, Teori Komunikasi, Pekanbaru, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau

Yasir, 2017,  Ekonomi Politik Komunikasi; Eksploitasi Simbol, Pekerja dan Khalayak, Pekanbaru, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau

Sa’diyah El Adawiyah (2019), Strategi Komunikasi Politik Perempuan Dalam Meraih Kepemimpinan Daerah, MetaCommunication; Journal Of Communication Studies Vol 4 No 1 Maret 2019 P-ISSN : 2356-4490

Zulhefi, Dr Heri Budianto, M.Si (2016) Komunikasi Pemasaran Politik Partai Gerakan Indonesia Raya pada Pemilu 2014, Jurnal Sospol Academica, Vol 2 No 1 2016


***Penulis: Dawami S.Sos M.I.Kom, Dosen IAITF Dumai


0 Response to "Simbol Pemasaran Politik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel