Dakwah dan Pendidikan: Dua Sayap dalam Satu Langit (Lanjutan Esai Reflektif untuk Mengenang Dr. H. Ahmad Rozai Akbar, M.H.)

 



DALAM pandangan Dr. Rozai, dakwah dan pendidikan bukan dua jalur yang berbeda arah. Ia menyebut keduanya sebagai sayap kanan dan kiri seekor burung—terbangnya umat Islam menuju peradaban tak akan utuh tanpa keseimbangan antara ilmu dan iman, antara akal dan akhlak.

"Jika dakwah hanya mengajak tapi tak mencerdaskan," ujarnya suatu ketika, "maka ia bisa menyesatkan. Tapi jika pendidikan mencerdaskan tapi tak memberi arah, ia hanya akan menghasilkan manusia pandai yang kosong."

Ia menolak sistem dakwah yang hanya menghukum dan sistem pendidikan yang hanya menyuruh. Maka dibangunnya metode komunikasi dakwah yang empatik, reflektif, dan mengedepankan kasih. Qawlan sadida. Qawlan baligha. Qawlan ma’rufa. Kata-kata yang bukan hanya benar, tapi juga menyentuh dan menyembuhkan.

Ruang kuliah IAITF dan mimbar khutbah di surau-surau menjadi saksi bagaimana ia menyatukan dua medan itu—ilmu dan ruh. Ia tak hanya mengajarkan teori, tapi menghidupkannya dalam aksi. Mahasiswa IAITF diajak menjadi da’i kampus. Mereka turun ke masyarakat, ke surau, ke tempat terpencil, menyampaikan Islam bukan dengan amarah, tapi dengan cinta.

Salah satu program yang dikenang adalah “Relawan Surau”. Di situ, mahasiswa menjadi agen dakwah sekaligus pendengar bagi masyarakat. Belajar dari rakyat, bukan hanya mengajar rakyat.

Bahkan struktur kelembagaan IAITF pun ia rombak agar tridarma perguruan tinggi tidak terjebak formalitas. Penelitian diarahkan pada isu keummatan. Pengabdian digerakkan lewat dakwah komunitas. Dan pengajaran dibangun di atas nilai-nilai tauhid dan budaya lokal.

Lebih dari semua itu, warisan terbesar Dr. Rozai bukan pada lembaga yang ia dirikan, tapi kesadaran yang ia tanam. Kesadaran bahwa dakwah bukan proyek satu arah, dan pendidikan bukan sekadar kurikulum. Tapi keduanya adalah jihad sunyi yang terus berlanjut—meski tubuh telah tiada.

Kini, sosok itu telah kembali ke rahmatullah. Namun namanya tak pernah benar-benar hilang. Ia hidup dalam ratusan mahasiswa yang kini menjadi guru dan da’i. Ia hidup dalam program yang terus berjalan di IAITF. Ia hidup dalam bait-bait ceramah yang masih diputar, dalam tulisan-tulisan yang masih dibaca, dan dalam doa-doa masyarakat pesisir yang ia cintai.

Dr. H. Ahmad Rozai Akbar, M.H. bukan hanya rektor. Ia adalah guru kehidupan. Ulama yang tak hanya berkata, tapi memberi teladan. Ia telah pergi dalam hening, namun jejaknya terlalu dalam untuk dilupakan. Ia telah wafat, tetapi warisannya masih hidup—dan terus akan hidup, selama ilmu dan cinta masih berjalan bersama.

Penulis: Dawami Bukitbatu, Dosen IAITF Dumai, Jurnalis Senior, Penggiat Lingkar Pojok Literasi

Fajarindahtjpalas,03.30 WIB.12/7/2025


0 Response to "Dakwah dan Pendidikan: Dua Sayap dalam Satu Langit (Lanjutan Esai Reflektif untuk Mengenang Dr. H. Ahmad Rozai Akbar, M.H.)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel