Prinsip Komunikasi Rasullah Dalam Pendidikan

 



KOMUNIKASI adalah proses fundamental dalam interaksi manusia, termasuk dalam konteks pendidikan. Dalam pendidikan, komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan, tetapi juga sebagai media untuk membangun relasi emosional, sosial, dan moral antara pendidik dan peserta didik. Komunikasi yang efektif tidak hanya melibatkan kemampuan teknis dalam berbicara dan mendengar, tetapi juga mencakup penggunaan etika dan nilai-nilai moral yang dapat meningkatkan kualitas interaksi tersebut. Menurut Hamid (2018), komunikasi dalam pendidikan memiliki fungsi penting untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dan membentuk hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik .

Dalam perspektif Islam, konsep komunikasi yang efektif juga diatur dengan pedoman moral yang kuat. Beberapa istilah dalam Al-Qur'an merujuk pada bagaimana seseorang seharusnya berkomunikasi, seperti qawlun ma'rufa (perkataan yang baik), qawlan layyina (perkataan yang lembut), dan qawlan karima (perkataan yang mulia). Ketiga konsep ini menjadi panduan bagi seorang pendidik dalam menjalankan peran komunikasi yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga etis dan moral.

Konsep qawlun ma'rufa yang berarti “perkataan yang baik” disebutkan dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 263:

قَوۡلٌ مَّعۡرُوۡفٌ وَّمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٌ مِّنۡ صَدَقَةٍ يَّتۡبَعُهَاۤ اَذًى‌ؕ وَاللّٰهُ غَنِىٌّ حَلِيۡمٌ

 

Artinya: Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun.

Perkataan yang baik (qawlun ma'rufa) dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan.” Ayat ini menekankan pentingnya penggunaan bahasa yang baik dan penuh kebaikan dalam setiap bentuk interaksi, termasuk dalam pendidikan. Menurut Hasan (2017), dalam konteks pendidikan, penggunaan bahasa yang baik oleh pendidik dapat meningkatkan efektivitas penyampaian pesan dan membangun rasa hormat dari peserta didik . Selain itu, perkataan yang baik juga dapat menumbuhkan lingkungan belajar yang positif dan mendukung, di mana peserta didik merasa dihargai dan didorong untuk belajar dengan lebih baik.

Selain qawlun ma'rufa, Al-Qur'an juga mengajarkan konsep qawlan layyina yang berarti  perkataan yang lembut.  Dalam Surah Taha ayat 44,

فَقُوۡلَا لَهٗ قَوۡلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوۡ يَخۡشٰى

                        Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang

                        lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.

 

Allah memerintahkan Nabi Musa untuk menyampaikan dakwah kepada Fir’aun dengan perkataan yang lembut, meskipun Fir’aun dikenal sebagai pemimpin yang sangat keras dan zalim: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut (qawlan layyina), mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Ayat ini memberikan pelajaran penting bagi pendidik dalam menghadapi peserta didik yang bermasalah atau sulit dikendalikan. Pendekatan yang lembut, sebagaimana yang dianjurkan dalam ayat ini, lebih mungkin untuk diterima dan dapat mengubah sikap peserta didik dengan lebih efektif. Menurut penelitian Sari & Nurmala (2020), komunikasi yang dilakukan dengan kelembutan terbukti lebih efektif dalam menciptakan iklim belajar yang produktif .

Konsep terakhir adalah qawlan karima, yang berarti “perkataan yang mulia.” Dalam Surah Al-Isra ayat 23, Allah memerintahkan agar manusia berbicara dengan perkataan yang mulia kepada orang tua:

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ۝٢

Artinya: Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

 

Dalam ayat ini ada kata “Dan ucapkanlah kepada mereka (kedua orang tua) perkataan yang mulia (qawlan karima).” Dalam dunia pendidikan, konsep ini mengajarkan pentingnya penghargaan dan rasa hormat dalam komunikasi, baik dari pendidik kepada peserta didik maupun sebaliknya. Seorang pendidik harus menggunakan bahasa yang tidak hanya baik dan lembut, tetapi juga penuh dengan penghargaan kepada peserta didiknya, sehingga tercipta suasana belajar yang saling menghormati. Rahman (2019) berpendapat bahwa komunikasi yang mulia dapat membangun iklim belajar yang lebih inklusif dan mendorong rasa percaya diri peserta didik .

Dalam era modern yang didominasi oleh teknologi digital, tantangan komunikasi dalam pendidikan semakin kompleks. Komunikasi tidak lagi terbatas pada interaksi langsung di ruang kelas, tetapi juga melibatkan platform digital seperti media sosial, e-learning, dan aplikasi pesan singkat. Teknologi digital menawarkan banyak kemudahan, tetapi juga memiliki potensi untuk menurunkan kualitas komunikasi, terutama jika etika komunikasi tidak diperhatikan. Menurut Fadillah (2020), salah satu tantangan terbesar dalam pendidikan di era digital adalah menjaga agar interaksi antara pendidik dan peserta didik tetap berada dalam koridor etika, terutama dalam penggunaan bahasa yang tepat dan sopan .

Penerapan prinsip-prinsip komunikasi Islami seperti qawlun ma'rufa, qawlan layyina, dan qawlan karima sangat relevan dalam menghadapi tantangan ini. Teknologi mungkin merubah bentuk dan medium komunikasi, tetapi prinsip-prinsip moral yang mendasari komunikasi tetap tidak boleh berubah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rasyid (2021), ditemukan bahwa pendidik yang menerapkan komunikasi Islami dalam pembelajaran online mampu menciptakan interaksi yang lebih efektif dan harmonis dibandingkan dengan mereka yang tidak memperhatikan aspek moral dalam komunikasinya .

Di samping itu, latar belakang sosial dan budaya yang beragam juga menambah tantangan komunikasi dalam pendidikan modern. Di banyak sekolah dan universitas, peserta didik berasal dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan sosial, yang seringkali memiliki perbedaan dalam cara mereka memandang komunikasi. Oleh karena itu, pendidik perlu memiliki sensitivitas budaya dan kemampuan untuk menyesuaikan cara berkomunikasi agar sesuai dengan keragaman tersebut. Menurut Hamid (2018), komunikasi Islami yang menekankan pada kebaikan, kelembutan, dan kemuliaan adalah pendekatan yang inklusif dan dapat diterapkan dalam lingkungan multikultural .

Dalam kesimpulannya, komunikasi yang baik, lembut, dan mulia adalah bagian integral dari pendidikan yang berfokus pada pengembangan karakter dan akhlak peserta didik. Prinsip-prinsip komunikasi Islami seperti qawlun ma'rufa, qawlan layyina, dan qawlan karima memberikan pedoman yang jelas bagi pendidik dalam berinteraksi dengan peserta didik, baik dalam konteks pendidikan tradisional maupun digital. Dengan menerapkan nilai-nilai ini, diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan dengan lebih harmonis, efektif, dan beretika, sehingga tujuan pendidikan yang menyeluruh dapat tercapai.  ***


*Dawami, Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Suska Riau

0 Response to "Prinsip Komunikasi Rasullah Dalam Pendidikan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel