Akreditasi Perguruan Tinggi di Indonesia: Regulasi, Implementasi, dan Tantangan Mutu


AKREDITASI  perguruan tinggi di Indonesia merupakan mekanisme formal yang bertujuan untuk menilai dan memastikan mutu perguruan tinggi secara nasional. Akreditasi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) sesuai bidang ilmu. Saat ini, akreditasi menggunakan instrumen terbaru, yakni Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS 4.0) dan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi (IAPT 3.0), yang menekankan pada capaian luaran (outcomes) serta penguatan tata kelola internal. Instrumen tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menegaskan bahwa penjaminan mutu dilaksanakan melalui sistem internal dan eksternal yang saling berkelanjutan.

        Dalam konteks internal, perguruan tinggi wajib memiliki Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang menjadi instrumen dasar sebelum menghadapi akreditasi eksternal. SPMI dilaksanakan berdasarkan siklus PPEPP, yaitu Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar Pendidikan Tinggi. Landasan hukum utama dari penerapan SPMI tertuang dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi serta Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Regulasi ini menegaskan bahwa penjaminan mutu bukan hanya untuk kepentingan akreditasi, tetapi juga sebagai upaya mewujudkan budaya mutu yang berkesinambungan.

        Dalam melaksanakan SPMI, setiap perguruan tinggi wajib memiliki empat dokumen inti yang disebut dengan empat buku SPMI. Pertama adalah Buku Kebijakan SPMI, yang berisi visi, misi, nilai dasar, prinsip, dan arah kebijakan mutu di perguruan tinggi. Buku ini bersifat filosofis dan normatif, menjadi landasan bagi seluruh perangkat mutu. Kedua adalah Buku Manual SPMI, yang menjelaskan mekanisme pelaksanaan siklus PPEPP secara rinci, mulai dari bagaimana standar ditetapkan, bagaimana dilaksanakan, hingga bagaimana peningkatan mutu dilakukan secara sistematis.

        Buku ketiga adalah Buku Standar SPMI, yang berisi standar mutu yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti). Isi dari buku ini mencakup standar pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta standar tambahan yang ditetapkan perguruan tinggi untuk menguatkan kekhasan institusi. Buku ini menjadi pembeda utama karena memuat indikator capaian, kriteria keberhasilan, dan tolok ukur penilaian mutu yang harus dipenuhi oleh setiap unit kerja. Buku keempat adalah Buku Formulir SPMI, yang berisi format dokumen, instrumen monitoring, serta alat ukur yang digunakan dalam implementasi standar. Buku ini berfungsi praktis sebagai panduan teknis pengisian, pengumpulan, dan pelaporan data mutu.

Tabel 1. Pemetaan Empat Buku SPMI

Buku SPMIIsi Pokok UtamaPembeda dari Buku Lain
Buku Kebijakan SPMIVisi, misi, nilai dasar mutu, prinsip penjaminan mutu, arah kebijakan mutuBersifat normatif dan filosofis; fondasi nilai dan arah mutu
Buku Manual SPMIPenjelasan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, Peningkatan), mekanisme kerja penjaminan mutu, alur implementasiFokus pada mekanisme teknis pelaksanaan sistem mutu
Buku Standar SPMIStandar pendidikan, penelitian, pengabdian, serta standar tambahan sesuai kekhasan kampus; indikator capaian; kriteria keberhasilanBerisi tolok ukur capaian mutu; menjadi dasar evaluasi kinerja
Buku Formulir SPMIFormat dokumen, instrumen monitoring, alat ukur standar, form laporan evaluasi dan audit internalBersifat praktis; berfungsi sebagai instrumen operasional lapangan

        Selain empat buku inti tersebut, perguruan tinggi perlu melengkapi diri dengan berbagai SOP (Standar Operasional Prosedur) yang menjadi instrumen penting dalam memastikan keteraturan kerja. SOP yang wajib ada umumnya mencakup SOP pengelolaan kurikulum, SOP proses pembelajaran, SOP penilaian hasil belajar, SOP penelitian dan publikasi, SOP pengabdian masyarakat, SOP pengelolaan mahasiswa, SOP pengelolaan dosen dan tenaga kependidikan, SOP layanan kemahasiswaan, SOP pengelolaan sarana prasarana, hingga SOP keuangan dan tata persuratan. Kehadiran SOP ini memastikan bahwa setiap aktivitas memiliki langkah kerja yang baku, terukur, dan dapat dievaluasi sehingga tidak terjadi perbedaan signifikan antarunit dalam pelaksanaan tugas.

        Dalam penyusunan SOP, perguruan tinggi biasanya memulai dengan Buku Panduan Penyusunan SOP yang memuat prinsip, tata cara, dan format SOP yang seragam. Panduan ini menjadi penting karena memastikan konsistensi dalam penyusunan SOP di semua unit kerja. Setelah SOP disusun, lembaga penjaminan mutu harus memastikan implementasinya berjalan di lapangan. Hal ini sejalan dengan pandangan Wirawan (2015) yang menekankan pentingnya SOP sebagai instrumen evaluasi dan pengendalian mutu, bukan sekadar dokumen administratif. Dengan demikian, SOP tidak hanya menjadi arsip, melainkan bagian nyata dari siklus peningkatan mutu.

        Dokumen penting lain yang perlu disiapkan untuk melengkapi SPMI adalah Rencana Induk Pengembangan (RIP), Rencana Strategis (Renstra), dan Rencana Operasional (Renop). RIP berfungsi sebagai arah kebijakan jangka panjang, biasanya hingga 25 tahun, yang menggambarkan visi besar perguruan tinggi. Renstra menjadi arah kebijakan jangka menengah sekitar lima tahun, disesuaikan dengan periode kepemimpinan rektor. Sedangkan Renop adalah rencana kerja tahunan yang menjabarkan kegiatan secara lebih teknis dan operasional. Ketiga dokumen ini saling berkesinambungan dan menjadi landasan dalam penyusunan serta evaluasi capaian mutu.

        Selain itu, perguruan tinggi juga perlu menyiapkan dokumen pendukung seperti Buku Pengembangan Pendidikan, Buku Pengembangan Kurikulum, serta Buku Pedoman Akademik. Buku Pengembangan Pendidikan menjelaskan strategi inovasi pembelajaran berbasis teknologi dan kebutuhan zaman, sementara Buku Pengembangan Kurikulum menguraikan desain kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Outcome Based Education (OBE). Buku Pedoman Akademik berfungsi sebagai acuan bagi mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dalam memahami alur kegiatan akademik, sehingga semua pihak memiliki panduan jelas dalam melaksanakan proses pendidikan.

        Dalam implementasi SPMI, lembaga penjaminan mutu di perguruan tinggi memiliki peran sentral sebagai koordinator, fasilitator, sekaligus pengendali mutu. Oleh sebab itu, selain menyiapkan dokumen, lembaga penjaminan mutu harus mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi dengan teknologi informasi. Perguruan tinggi perlu memiliki sistem informasi penjaminan mutu yang memungkinkan pelaporan, analisis, dan pengendalian dapat dilakukan secara cepat dan akurat. Sistem ini mendukung budaya mutu agar tidak berhenti pada level dokumen, melainkan benar-benar berjalan dalam praktik sehari-hari.

        Selain BAN-PT, pemerintah juga membentuk beberapa Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang khusus menilai mutu program studi sesuai rumpun keilmuan. Misalnya LAMemba (Lembaga Akreditasi Mandiri Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi) yang menangani akreditasi program studi di bidang ekonomi dan bisnis, LAMDIK (Lembaga Akreditasi Mandiri Kependidikan) yang fokus pada program studi kependidikan, serta LAMAgama (Lembaga Akreditasi Mandiri Keagamaan) yang menilai program studi berbasis agama. Kehadiran LAM ini memberikan spesialisasi akreditasi sesuai bidang, sehingga instrumen penilaian dapat lebih mendalam dan sesuai dengan karakteristik disiplin ilmu yang diakreditasi.

        Di sisi lain, dukungan terhadap penjaminan mutu perguruan tinggi juga diperkuat oleh sistem pendanaan dan pelaporan data melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti). Dana yang dialokasikan melalui PD Dikti digunakan untuk mendukung integrasi data akademik, pelaporan rutin, dan peningkatan mutu berbasis data. PD Dikti tidak hanya menjadi basis data nasional pendidikan tinggi, tetapi juga menjadi rujukan utama dalam proses akreditasi, hibah, dan pemeringkatan kampus. Perguruan tinggi yang tertib melaporkan data melalui PD Dikti menunjukkan komitmen pada transparansi dan akuntabilitas, serta memperoleh akses lebih luas terhadap dukungan pendanaan pendidikan tinggi.

        Pada akhirnya, keberadaan akreditasi, SPMI, SOP, dokumen perencanaan strategis, serta lembaga akreditasi mandiri bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mewujudkan perguruan tinggi yang bermutu, akuntabel, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan mengacu pada regulasi terbaru, seperti Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, setiap perguruan tinggi diharapkan mampu menanamkan budaya mutu secara konsisten. Kelengkapan dokumen hanya akan bermakna apabila diiringi dengan implementasi nyata dalam setiap aspek penyelenggaraan pendidikan. ***

Referensi:

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

BAN-PT. (2020). Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS 4.0).

BAN-PT. (2020). Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi (IAPT 3.0).

Wirawan. (2015). Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Jakarta: Rajawali Pers.

Direktorat Penjaminan Mutu Ditjen Dikti. (2018). Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi.

LAMemba, LAMDIK, dan LAM-PTKes (2023). Pedoman Akreditasi Mandiri. Jakarta: Kemdikbudristek.

*Penuli: Dawami, Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAITF Dumai.




0 Response to "Akreditasi Perguruan Tinggi di Indonesia: Regulasi, Implementasi, dan Tantangan Mutu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel