FILOSOFI Pena dan Kertas
MUSIBAH Covid-19 banyak memberikan pelajaran dalam proses
belajar mengajar. Artinya, peran guru tidak hanya memastikan kelangsungan
pembelajaran, tapi juga berperan lebih dalam mendukung kesehatan mental dan
kesejahteraan peserta didik. Para guru tidak hanya gigih bekerja sendiri,
melainkan bergerak secara kolektif demi menemukan solusi atas tantangan untuk
menghasilkan inovasi belajar mengajar yang bermakna dan menyenangkan.
Masih ingat dengan filosofi kertas dan pena dalam dunia
pendidikan maka inilah yang terjadi. Apalagi filosofi kertas dan pena adalah
dua kata yang saling membutuhkan sehingga kertas dan pena memiliki daya tarik
yang kuat bagi peran guru karena keduanya memberikan kenyamanan dan kemudahan.
Sangat mulia jasa guru sebab dengan mereka kita semua bisa mencurahkan konsep
yang terekam serta tersimpan dalam nalar. Dengan kertas dan pena, nama kita
bisa abadi. Di sisi lain, kehadiran kertas dan pena menciptakan budaya literasi
yang kuat pada peserta didik.
Disinilah kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim membuat peran guru semakin mulia. Apalagi
katanya, kehidupan ini tak lepas dari proses pembelajaran yang tentunya dapat
ditemui kapan dan di mana saja. Pendidikan seperti akar yang berarti dasar
untuk memiliki arah ke depannya nanti. Peran guru yang diibaratkan sebagai pena
adalah hal terpenting dari komponen sebuah pendidikan.
Filosofi kertas dan pena sama seperti halnya pembelajaran
terhadap peserta didik, dimana kertas polos sebagai peserta didik, pena
sebagai pendidik, dan tentunya tinta
sebagai materi yang diajarkan. Jika pena salah menuliskan sesuatu pada kertas
polos tersebut, berarti tak akan bisa dihapus. Jadi, pengarahan terhadap
peserta didik ini harus sangat dipahami dengan benar oleh para pendidik.
Filosofi kertas dan pena tadi membuktikan bahwa komponen
terpenting dalam sebuah pembelajaran adalah pena sebagai pendidik, kertas sebagai
peserta didik, dan tentunya tinta sebagai bahan ajar yang diberikan oleh
pendidik. Namun, perlu ada perhatian khusus, yaitu apa yang akan dituliskan
pena, saya ibaratkan sebagai guru atau pendidik terhadap kertas polos tersebut.
Jika pena menuliskan hal baik, tentu akan berdampak pada tulisan yang baik
pula. Sebaliknya, jika pena menuliskan hal buruk maka terciptalah kertas dengan
tulisan yang buruk pula.
Siswa bagaikan kertas kosong dan guru bagai pena yang akan
menulis di lembaran kertas. Siswa tetap memerlukan tegur sapa, sentuhan kasih
sayang dari gurunya karena kelak mereka akan terus mengingat gurunya yang telah
menorehkan tulisan di lembaran kertas kehidupannya.
Memang, perlu ada pendidikan yang terarah dari seorang guru
terhadap peserta didik. Persoalan tentang pengajaran yang terarah ini menjadi
hak peserta didik untuk menjadi manusia berpendidikan. Memaknai pernyataan yang
sering disebutkan bahwa kertas polos merupakan sebuah pengibaratan yang di
dalamnya tersirat makna mendalam bahwa sebuah kertas polos dipergunakan untuk
menulis. Kertas polos diibaratkan seperti peserta didik yang belum
mengetahui apa-apa. Kertas polos yang
digunakan saat kita menulis menggunakan tinta, diibaratkan sebagai proses pembelajaran
terhadap peserta didik. Tinggal proses penuangan ide yang diibaratkan sebagai
pengarahan peserta didik agar bisa terarah nantinya.
Salah satu peranan guru adalah melaksanakan pembelajaran
dengan menanamkan beberapa nilai pendidikan karakter yang di antaranya menjadi
aktual di masa pandemi Covid-19 ini. Pertama, disiplin dimana disiplin yang
merujuk pada patuh dan tertibnya peserta didik dalam menaati peraturan. Dalam
situasi pembelajaran tatap muka, tentu suasananya berbeda. Kedua, jujur.
Artinya, ketika ujian ataupun mengerjakan tugas dari guru, peserta didik
cenderung mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh karena guru memantau dalam
kelas. Berbeda ketika mengerjakan ujian secara daring, keseriusan peserta didik
dalam mengerjakan ujian berkurang, bahkan mengundang peserta didik melakukan
plagiarisme karena tanpa pengawasan guru, meskipun orang tua mendampinginya.
Tentunya pengawasan guru dan orang tua berbeda.
Ketiga, tanggung Jawab. Dimana diharapkan sistem tatap muka
ditujukan untuk melatih peserta didik agar bertanggung jawab terhadap tugasnya.
Berbeda ketika sistem daring. Tentu tidak mudah bagi seorang guru untuk mencari
jalan keluar atas permasalahan pembelajaran daring ini. Namun, guru tetap
dituntut mencari solusi sebagai konsekuensi seorang pendidik.
Kebijakan belajar dari rumah (BDR) merupakan tantangan bagi
guru, dimana guru harus melakukan pembekalan jarak jauh dengan tuntutan ada
perubahan karakter siswa lebih baik tanpa bisa menyentuh peserta didik. Pena
yang digoreskan dalam kertas kosong sudah tergantikan dengan gadget yang
canggih. Namun demikan, peran guru dan orang tua harus tetap memiliki tujuan
sama agar pendidikan yang diharapkan dapat tercapai. Bukan hanya itu,
pemantauan orang tua kepada anak dalam penggunaan teknologi juga sangat
penting.
Pembelajaran daring di masa pandemi ini memang tidak mudah,
perlu ada kerja sama yang baik dari berbagai subjek pendidikan. Pendidikan yang
baik bukanlah proses sebatas memberi dan menerima pembelajaran, namun di balik
itu ada sikap positif yang harus tumbuh, yaitu karakter baik dan santun.
Pembelajaran daring akan dirasa tidak menyulitkan apabila direspons dan
dihadapi dengan sikap yang tepat sehingga dapat menjadi metode pembelajaran
bagus.
Dari pandemi, para guru dan insan pendidikan telah belajar
bahwa nilai utama proses pembelajaran adalah interaksi sosial dan itu tidak
dapat diganti oleh teknologi apapun. Akan tetapi, perlu disadari bahwa
teknologi telah mengubah berbagai aspek kehidupan. Saatnya bijak dalam memanfaatkan
teknologi dan hendaknya guru terus meningkatkan kompetensi mengajar yang bermakna
serta menyenangkan.
Filosofi kertas dan pena dalam peranan guru di masa pandemi
Covid-19 ini merupakan tantangan dan kesanggupan para guru untuk tetap menyiapkan
masa depan bagi peserta didik karena mereka termasuk kelompok yang rentan.
Selayaknya guru patut mendapatkan penghargaan setinggi-tingginya karena telah
mengorbankan waktu, tenaga, bahkan bagian dari hidupnya sendiri demi peserta
didiknya.***
*dawami bukitbatu, pegiat komunikasi dan lingkar literasi tafidu
0 Response to "FILOSOFI Pena dan Kertas"
Posting Komentar